a l t e r e g o s e n s i t i f




Aku sedang melihat sebuah konflik batin yang berkepanjangan, carut marut, seperti penderita dyslexia yang berperang melawan huruf-huruf yang dibacanya, atau bahkan mahasiswa kedokteran gigi yang terlalu frustrasi karena berulangkali remedi dan nggak lulus-lulus. Mereka memainkan cello-cello itu dengan penuh penghayatan, dua kaki kursi bagian belakang sampai terangkat, aku bisa merasakanya. Alat musik gesek itu terdengar seperti menggerutu dan berulang-ulang dimainkan pada nada yang suram. Lalu tanpa disadari perlahan-lahan terdengar alunan violin yang menyeruak muncul ke permukaan, menenggelamkanku ke antah berantah larut dalam harmoni. Tanpa deru kendaraan bermesin, kicauan burung gereja terdengar menembus udara bebas, aku berbaring di atas rerumputan, terlentang dibuai matahari, langit biru cerah berawan memanjakanku, sungguh simfoni ini membuatku tak ingin kembali. Indah tak berperi. Conductor tersengal-sengal seperti mendaki Mount Everest, menuju puncak orgasme yang tertahan selama hampir 2 jam dan standing ovation pun akhirnya tidak terelakkan, auditorium jadi gegap gempita selama 10 menit! Apresiasi yang tinggi, bahkan encore!. Kalimat pertama yang muncul setelah menarik nafas dalam-dalam di depan mikrofon adalah ‘akhirnya bisa konser juga!’, lalu conductor berjilbab itu, dengan bahagia merekah diwajahnya membungkuk kepada puluhan penonton yang dibuatnya terpukau. Konser adalah suatu perayaan, perayaan bagi komposer atau musisi untuk memamerkan karyanya, perayaan kebebasan setelah sekian lama (mungkin) bergumul dengan sakit. Someone on May said ‘sakitmu adalah kebebasanmu’. 


Bulan Mei tahun kemarin, dan mulai beberapa bulan sebelumnya aku sudah tidak pernah lagi menulis. Aku sendiri tidak yakin aku menyukai bahasaku lagi atau tidak. Sungguh kacau. Beberapa orang mengatakan menulis itu bisa melepaskan, kamu bisa membakar kertas penuh coretan itu atau menyimpannya setelahnya. Kalau begitu banyak hal-hal yang ternyata aku simpan, kecuali kamu banyak berbicara dengan orang lain. Ketika sedang bersedih, sudah semestinya kamu juga larut dalam kesedihan, jangan ditahan. Mei tahun kemarin aku melihat seorag remaja belasan, memeluk tubuh bapaknya yang sudah dingin membiru, diatas kasur yang terkadang biasa untuk mereka tidur bersama. Tubuhnya sendiri bergetar hebat, remaja itu sambil menangis menarik-narik selimut mencoba menghangatkan tubuh bapaknya, mencoba menyelamatkannya. Remaja itu berteriak keras, terdengar seperti merintih, menyayat ‘bapak kedinginan!’, tapi tubuh dingin yang membiru itu hanya diam saja, tak bergeming sedikitpun. Semua orang di ruangan itu sesenggukan, aku hanya berdiri, aku tidak tahu apa yang aku rasakan, tapi aku tidak menangis, dan mungkin itu suatu kesalahan. Yang aku tahu, sejak saat itu sudah tidak ada lagi yang bisa dipanggil ‘bapak’ di rumah, tidak ada yang menyuruh membeli rokok di warung sebrang jalan, mencium tanganya saat hari raya atau sekedar menelepon dan bertanya ‘halo, apakah kamu sehat?’. Someone on May said ‘semua orang (kebanyakan) akan merasakan kesedihan yang pernah remaja itu rasakan’.


Berharap semakin tua semakin luas wawasannya, tapi malah jadi keblinger, media-media itu membuatku sakit mata! What? Sakit jiwa kaleee haha. Bukan salahku juga kalau meng kambing hitam kan follow up pasien dan teman-temannya, aku tidak mau nanti benar-benar menjadi seperti Leonard dalam film Memento, jalan pulang ke rumah saja tidak ingat. Bisa-bisa pulang dari AMC beloknya ke kuburan kuncen. Aku mengkhawatirkan sense of music ku yang aku rasa mulai menurun. Aku mencemaskan jari-jari ku yang jadi canggung untuk sekedar membentuk chord F di Squier elektrik merahku. Berbulan-bulan terasa agak sulit untuk membedakan yang mana Dibby dan yang mana Artzex. Someone on May said ‘jangan kebanyakan berfantasi, belajarlah yang fokus untuk ujian!’. Mungkin akan menyenangkan kalau kita punya Penseive seperti Profesor Dumbledore, istilah modernnya external Hardisk, untuk menyimpan memori-memori yang sekiranya sudah tidak terpakai, hal-hal yang tidak ingin kita ingat yang memenuhi kuota otak, atau hal-hal indah yang tidak ingin kita sampai lupa dan tentunya kita harus ingat mana saja yang sudah disimpan. Ah repot juga ya. Someone on May said ‘ikuti saja hati nurani, terkadang memang dilematis, nanti juga kamu akan bahagia’

Someone on May said ‘mungkin mata kamu minus’, seperti alergi cahaya dan tempurung bagian belakang otakmu akan berdenyut-denyut hebat, rasanya ingin aku lepas kepala ini. Untuk menulis satu halaman A4 saja kompensasinya harus sampai terengah-engah dan banyak mengeluh ‘hhh pegel motoku!’. Anehnya setelah nonton dua judul film tanpa jeda, pasti akan timbul ‘timbil’ di tepi kelopak matamu, dan besoknya temanmu akan bilang, ‘ih kamu timbilan yaaa, abis ngintip siapa semalem?’, mengapa selalu pertanyaan itu yang terlontar?, apalagi kalau cewek yang tanya gitu, dan dengan pasrahnya aku jawab ‘eaaaa’. Itu sudah biasa, yang aku nggak ngerti sejak kapan ya, apakah Schubert pernah timbilan? Eh siapa Schubert? Sodara jauhnya Beethoven. Timbilan (dibaca: timbilen) sering dihubung-hubungkan dengan mengintip (ilmiah kah?), bagaimana mungkin mengintip kemudian lalu timbulah ‘timbil’, ada yang bisa membantu mencarikan evidence base nya? Wow, emangnya tutorial! Atau kah ini merupakan suatu bentuk hukuman atau warning dari Tuhan yang maha mengintip bagi hamba-hambanya yang hobi mengintip?, terutama cowok-cowok yang mengintip cewek yang lagi mandi dan sebaliknya cewek-cewek yang ngintipin cowok pake lingerie, astajimmm. Dan bagaimana mungkin pula, kalimat indah ‘astaghfirullahaladzim’ dilafalkan menjadi ‘astajimmm’ hhh… aku semakin tidak mengerti saja. Sejak jaman Warkop DKI personilnya masih lengkap, ungkapan ‘di jaman yang serba susah ini’ itu memang sudah sering diucapkan dan lebih sering lagi sekarang, sebaiknya mari banyak-banyak berdoa.  Someone on May said ‘we all need somebody before too long’.

Pasca nonton serial Tokyo Tower, Mei 2011

Categories:

2 Responses so far.

  1. hei.. makasih ya sudah mampir ke blog gw :) salam kenal yaaaaa :) :)

  2. heii sama2, semoga kamu suka tulisan2 ku :)

Leave a Reply