a l t e r e g o s e n s i t i f



Alterego bisa diartikan sebagai second personality, saya percaya bahwa di setiap diri seseorang pasti ada orang lain di dalamnya. Sesuatu yang menolak ketika sebagian dari diri kita mengiyakan, sesuatu yang mengiyakan ketika sebagian dari diri kita menolak atau bahkan sesuatu yang merealisasikan apa yang kita inginkan tetapi kita terlalu takut atau tidak ‘mampu’ untuk mewujudkannya sendiri. Bukankah itu ambivalensi?. Sesuatu yang saya maksud disini adalah ‘seseorang’ atau ‘teman’. Jangan terlalu dipikirkan, biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau. Bingung? Sama.


Anyway, pernah nonton Fight Club? Salah satu film favoritku. Pemeran utamanya Edward Norton, tapi dia tidak punya nama di film ini, jadi kita panggil saja dia Jack. Jack adalah pria pekerja kantoran ‘kerah putih’ di sebuah perusahaan mobil, straight to the rule, karena urusan pekerjaan dia jadi sering tertidur dan terbangun ditempat dan waktu yang berbeda, lalu akhirnya insomnia. Suatu waktu ketika berada di seat pesawat dia bertemu dan bertukar kartu nama dengan seorang pria bernama Tyler Durden, pedagang sabun. 

Sepulangnya dari bandara, Jack mendapati condominium-nya yang berada di tingkat 17 meledak beberapa menit sebelum dia sampai, semua perabot mulai dari kulkas sampai meja berlukiskan Yin Yang terbang ke bawah bertabrakan dengan aspal lalu berserakan di jalan dalam keadaan hangus. Malam itu Jack bertemu Tyler lagi, akhirnya mereka menghabiskan malam dengan berkelahi di parkiran depan bar dan berbagi satu botol bir di tepi trotoar sambil berbincang setelahnya. Malam-malam berikutnya, Jack dan Tyler terus melakukan ritual berkelahinya sampai banyak orang di sekitar bar melihat dan mengikuti apa yang mereka berdua lakukan, dan disinilah awal mulai terbentuk fight club. Sebenarnya tujuan dari klab ini hanya untuk melepas kepenatan akibat stres pekerjaan di siang hari, namun lama kelamaan bertransfromasi menjadi suatu organisasi kriminil besar dan tersebar di beberapa kota di Amerika. Proyek ini disebut Project Mayhem, proyek yang terobsesi dengan violence dan anarchy, sebagai contohnya menghancurkan credit company untuk menghapus hutang semua warga sipil.

Karena sudah menjadi tuna wisma, Jack untuk sementara menetap bersama Tyler di rumah kumuhnya, Jack seringkali dibuat kesal karena kerap mendengar suara ribut sewaktu Tyler bercinta dengan Marla Singer, yang ironisnya Jack mengenal perempuan itu terlebih dahulu dibanding Tyler. Menarik, karena mulai muncul konflik dingin cinta segitiga antara Jack, Tyler dan Marla. Sampai akhirnya, Jack tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan Tyler Durden. Singkat cerita, mendadak ingatan Jack kembali pada momen-momen awal pertemuannya dengan Tyler, flat nya yang meledak, perkelahian di depan bar, sampai Tyler yang mulai sering menghilang ketika Jack bisa tidur lebih awal di malam hari. Bermodalkan tiket pesawat yang pernah dipakai Tyler Durden, Jack mencari sahabatnya itu ke setiap kota yang pernah dikunjungi mereka berdua, masuk ke semua bar yang pernah mereka singgahi tetapi malah semakin membuatnya kacau, hingga akhirnya Jack menelpon Marla dan bertanya “apakah kita pernah berhubungan badan?”, jawaban perempuan itu adalah “oh Tyler, pertanyaan bodoh macam apa itu?”. 

Pada adegan hampir terakhir, di salah satu ruangan di dalam gedung perkantoran yang tinggi, Jack harus menembakkan pistol yang ujungnya sudah berada di dalam mulutnya sendiri untuk membunuh Tyler Durden. Peluru itu menembus bagian ujung rahang kirinya, suara ‘bang’ nya begitu keras sampai kulit pipinya bervibrasi kuat, tubuh Jack sendiri seketika terpental ke kursi dan keren nya dia masih hidup meskipun bicaranya susah, terus bagian bawah telinga kirinya berdarah, mungkin genderang telinganya pecah dan juga mengeluarkan asap. Sesaat kemudian di scene terakhir (masih di gedung yang sama), Jack menggandeng tangan kiri Marla yang sedang kaget mendengar bunyi ledakan besar seperti volkano. Jack dan Marla berdiri menghadap dinding kaca yang besar, menyaksikan belasan gedung perusahaan kredit dengan ratusan lantai yang berdiri kokoh dibalik dinding kaca di depan mereka meledak, runtuh satu persatu. Dan mereka berdua tetap bergandengan tangan, 

“You met me at a very strange time in my life.”

Itu kalimat terakhir yang diucapkan Jack kepada Marla. Sweet.

Lagu closingnya juga nggak kalah keren. Sekali lagi saya harus menginformasikan bahwa band ini adalah salah satu band terfavoritnya Kurt Cobain, ayahnya Frances Bean Cobain. The Pixies, dengan judul Where is My Mind yang berputar setelah ledakan gedung pertama. Coba simak liriknya,

 “With your feet in the air and your head on the ground, try this trick and spin it. Your head will collapse and there’s nothing in it, and you’ll ask yourself. Where is my mind?”. 

Haha. Kalau kamu jeli pada saat lagu ini tengah berkumandang, di layar kaca akan muncul satu flash foto yang sangat lucu dan terlihat kenyal, jadi tahanlah sebentar kedipan matamu, pasti akan mengejutkan. Film ini produksi tahun 1999, jadi sekitar 11 tahun yang lalu, sangat rekomendasi sekali untuk kalian tonton baik untuk kali pertama maupun yang ketiga kalinya dan don’t forget to dig the song!.

Akhirnya kita terlena, membahas film, bukan lagi alterego, ah memang cocok untuk jadi pemerhati, tapi Fight Club itu juga bercerita tentang dualisme. Sekedar catatan jika kamu masih beranggapan bahwa Jack dan Tyler itu dua orang dalam dua tubuh yang berbeda, maka saya sarankan untuk membaca ulang paragraf 4 dan 5. Lalu bagaimana?. Baiklah, kita tunggu saja alterego berikutnya. Oh ya, jangan lupa juga nanti malam nonton Black Swan!.

Bersambung..

Categories:

Leave a Reply