a l t e r e g o s e n s i t i f



Dan akhirnya pada tanggal 5 Juli 2011. Mereka, keempat pemuda bilingual itu merilis mini album mereka yang pertama, anak jiwa mereka yang pertama, alterego mereka yang pertama, karya musik mereka yang pertama. Opo meneh?. Their First Kick!. Oke, Saya rasa cukup.

Tak ada tajuk, mereka menemainya sesuai dengan nama grup musik mereka, yaitu ALTEREGO. Album ini dirilis dalam bentuk Compact Disc dan Digital. Kata digital sebenarnya adalah penghalusan dari ‘bisa diunduh secara cuma-cuma’ di jejaring sosial atau situs donlot mp3 gratis lainnya. Berisi 4 track yang dirasa cukup representatif untuk pengenalan band baru ke telinga penikmat musik, khususnya di Yogyakarta.


Terus terang, untuk penggarapan mini album ini memang serba dadakan. Ada suatu cafe atau klab malam bernama Likuido yang setiap minggu atau bulannya (saya kurang tahu) rutin mengadakan acara pentas musik yang diisi oleh band-band lokal setempat, yah pemuda-pemudi asal sekitaran Kota Gede, Kulon Progo, Turi dan sekitarnya. Wajah mereka biasanya masih kumal-kumal, karena belum mengenal make up, seperti band-band yang tampil di TV itu lho. Nah, alterego dapat kesempatan untuk perform disitu pada bulan Juli, mereka mengetahui info tersebut sekitar pertengahan bulan Mei. Singkat cerita, mereka berinisiatif untuk sekaligus merilis album karena kebetulan demo lagu sudah ada, tinggal mencari dana dan merekam ulang. Semudah itu kah? Tentu tidak.

Mulanya mereka hanya akan merilis 1 atau 2 lagu yang dibakar dalam CD-R terus dibagikan gratis pada saat pementasan, tapi semakin sering mereka diskusi jumlah, lagunya pun bertambah pula sampai menjadi 3 dan jadilah EP (mini album). “kalau aku sih berapa lagu pun oke! 10 juga nggak masalah” ujar Bagus (mas dramer). Tapi pada akhirnya tidak, ini adalah langkah awal, jadi ceritanya mau bikin masyarakat semacam penasaran gitu. Haha. Jadilah 3 lagu yang ditetapkan.

Lalu mereka mulai memikirkan kaver album atau sleeve. Kebetulan Artzex ingat punya teman Seniman Rupa yang juga adik angkatan Agib (mas bassist) di Fakultas Komunikasi sana. Ia juga pernah mengerjakan sleeve albumnya Armada Racun yang berjudul La Peste. Namanya mas Dalijo.

Terjadilah obrolan santai di Semesta Kafe antara Dalijo dan Artzex.

“pernah nonton film Fight Club?” tanya Dalijo
“iya. Pernah” jawab Artzex
“bagus kan?” tanya Dalijo lagi
“iya!” jawab Artzex lagi

Setelah itu mereka pulang ke tempat tinggal masing-masing.

“loh? Udah tho ngobrolnya??” tanyaku
“udah!!” jawab mereka berdua. Kompak.

Sebenarnya untuk pembicaraan seperti itu sms saja sudah cukup, tapi mungkin dengan bertatap muka pesan-pesan tersirat yang terpancar dari cahaya mata mereka akan semakin lebih mudah terserap. Whatever.

2 hari kemudian Artzex mendapat sms, ‘Cek email sekarang’. Itu adalah awal bulan Juni ketika ia dikagetkan dengan karya rupa yang tak kalah absurdnya dengan film Fight Club. Lukisan itu berdominasi warna kuning, lukisan wajah yang jika kita perhatikan dengan teliti sebenarnya ada 2 wajah disitu, tapi tidak seekstrim Two Face musuhnya Batman. Anehnya di kemudian hari kebanyakan orang melihatnya seperti lukisan wajah kucing. haha. Nggak, 2 ‘muka’ dalam satu wajah itu adalah representasi dari alterego sendiri, 2 kepribadian dalam satu raga, atau malah bisa lebih. Bisa saling melengkapi bisa juga saling menghancurkan.

Semua awak band termasuk juga manajer sudah setuju dengan karya rupa yang mereka lihat. Tak ada revisi, semua diserahkan kepada Perupa, tinggal dia yang mengejawantahkan ketiga lagu alterego dalam bentuk lukisan dan juga menurut perspektifnya sendiri. Intinya disini mas Dalijo bebas menuangkan semua imajinasi dan minim intervensi. Namun ditengah-tengah penggarapan, Artzex minta ditambah satu lagu lagi, dan akhirnya untuk lagu Mungkin, dia tidak kebagian space untuk dibuatkan lukisan. So sekarang ada berapa lagu untuk albumnya? 4!. Yup! 4 lagu.

Proses rekaman sendiri, karena ini adalah projek dengan budget limit maka mereka harus pintar memanfaatkan kesempatan. Bagus misalnya, ia kebetulan dapat job mengisi rekaman drum untuk sebuah band dari Kalimantan, nah disitu ia mengisi waktu sisa dengan merekam drum dari salah satu lagu alterego yang ada, waktu itu di take di studionya mas Erros So7. Sisanya ia take drum lagi di studio Flow. Sementara instrumen lain seperti bass dan gitar direkam di G8 studio milik Agib, sekaligus ia juga yang menjadi operator, nantinya juga dia yang bertugas untuk me-mix data rekaman yang masuk, selain hasil rekamannya maksimal dana yang keluar juga super minimal (dibaca : Gratis!).

Aizz (mas gitar melodi) yang berdomisili di Dieng sana hanya sekali ke Jogja untuk mengisi lead gitar. Untuk part gitar rythm yang elektrik semua sudah di back up sama Agib, kamu tahu kan gimana parahnya permainan gitar Artzex. Sedangkan vokal, semua direkam di 13 Laboratory, entah kenapa pada saat rekaman seperti ini pasti ada masalah kesehatan yang menimpa sang vokalis, tenggorokannya yang nyanthel lah, matanya kemasukan nyamuk terus bengkaklah dan macam-macam sebagainya. Saat rekaman Sakitmu Kebebasanmu, itulah yang paling membuat Artzex frustrasi. Dengan Headset besar yang menutupi kedua daun telinganya, hampir lebih dari 3 jam, ia ditemani Sakit selama take vokal, namun begitu kelar dan mendengar hasil akhirnya, ia merasa bisa begitu Bebas.

Semua vokal di-direct oleh mas Momo vokalisnya Captain Jack, selain jadi operator rekaman tentunya. Ia sudah hafal betul karakter vokal Artzex, ia juga lebih tahu timing yang tepat kapan Artzex harus mengeluarkan suara soft ataupun serak-seraknya, di semua lagu. Dan Agib selalu menemani pada saat acara take vokal ini, karena memang krusial. Khusus lagu Cemas, Artzex yang merekam gitar akustiknya sendiri dan juga nyanyi sendiri. Ya iyalah!. Pretty romantic huh?. Haha. Suara violin, brass dan instrumen orkestra lain yang terdengar di lagu Cemas dikomposisikan oleh Momo juga. Musisi tamu yang mengisi adalah gitarisnya Everlong, Mas Tomo yang mengisi melodi di lagu Terlalu Berharap. Kalian pasti penasaran juga kan siapa yang berperan sebagai Asih di opening lagu ini?. Suara cewek yang nangis-nangis mengiba-iba cinta dari Mas Gun. Namanya Rahma K, remaja putri yang 50% bagian tubuhnya sudah penuh dengan tattoo dan ada piercing juga di pelipis mata kirinya. Bebunyian selain instrumen basic seperti string dan piano yang membius di lagu Mungkin itu dimainkan sepenuhnya oleh Mas Moko, yang juga bermain untuk band Seventeen.

Cakram CD yang bergambar orang seperti sedang muntah itu sudah jadi. Sleeve juga sepenuhnya sudah jadi, 2 minggu sebelum tanggal 5 Juli. Sambil menunggu  Mastering rekaman jadi, mereka mulai bekerja lagi, kali ini menambah personil untuk membuat prakarya seperti anak SD yaitu berupa hardfile kaver album. Kegiatannya meliputi mencetak,

Disain kaver dicetak di kertas A3 yang sekaligus dilaminasi doft biar print-print-nannya nggak luntur. Bagus berinisiatif untuk menambah kalender ½ tahun 2011 karena masih adanya space yang kosong di kertas A3 itu.

Lalu datanglah Yuki, sang manajer yang membawa semua perlengkapan untuk membuat prakarya berkelompok ini. Mulai dari cutter, penggaris logam, lem Fox, plastik untuk membungkus cakram CD dan sleeve nya. Berikut adalah kegiatan setelah mencetak, yaitu memotong, lalu melipat sesuai garis, dan mengelem.

Semua personil bekerja tak terkecuali pacar dan teman dekat, bahkan ‘Asih’ pun ikut membantu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pulang lebih awal. Berkaleng-kaleng kopi dan soda serta bungkus-bungkus camilan bertebaran di lantai kamar Bagus.
Setelah dilem dan dilipat, maka inilah jadinya sebelum nanti dibungkus dimasukin cakram CD dan dibungkus plastik. Taraaaa!!.

Dan pada saat acara rilis album yang sesuai tanggal rencana awal, keseratus CD alterego sudah jadi dan lebih dari separuhnya dibagi-bagikan gratis untuk semua yang datang malam itu. Apresiasi mereka sangat bagus dan terlihat puas dengan performa yang alterego tampilkan. Oh ya, malam itu mereka merilis album bareng Rochester. Salah satu band dengan basic musik rock n roll terbaik di Jogjakarta.

Melihat mereka seperti itu, aku lantas berpikir. Mereka berkarya, menyenangkan diri sendiri, menyenangkan orang lain (kalau yang memang suka/senang), tak peduli lagunya mau disukai khalayak atau tidak, yang penting berkarya. Tapi harapannya ya tetap disukai.

“kamu tu dosa lho punya lagu-lagu bagus tapi tidak dipublikasikan” begitu kata Dalijo suatu waktu.

Aku juga pernah mendengar Liam Gallagher berseloroh dalam salah satu wawancaranya di MTV,

“menurut saya tidak ada band yang tidak ingin terkenal!”

Pernyataan itu ada benarnya, tapi menurutku tidak semua band atau musisi itu ingin terkenal. Tapi jelas mereka ingin lagu yang telah diciptakannya didengar orang, dikenal orang lain. Meskipun tidak ingin terkenal, tapi apalah artinya membuat karya, apapun itu bentuknya jika tidak diketahui terus lantas diapresiasi orang lain, dalam ini tentunya penikmat karya seni itu sendiri. Analoginya seperti mempunyai anak, tapi malu untuk memperkenalkan ke tetangga sebelah. Eh tapi tapi, ada juga lho yang bikin rekaman terus cuma pingin didengerin sendiri, atau untuk kepuasan pribadi saja. Ya itu hak individu. Tanya saja sendiri gimana rasanya rekaman tanpa ada orang lain yang mendengarkan.

Aku punya teman seorang drumer yang sekarang sudah tidak main drum lagi. Aku bertanya padanya,

“kenapa nggak nge-band lagi bro?”
Terus agak berpikir ia menjawab,
“anak-anak sekarang skills-nya gila-gila bro.. jadi buat apa nge band, skills ku sudah nggak sebagus mereka, aku jadi penonton aja sekarang..”
“sikils?? Maksud lohh??” jeritku nggak percaya

Oh I can’t believe it. For God-Sake!. Dia gave up musik gara-gara merasa skills nya sudah disalip anak-anak jaman sekarang?. Itu adalah jawaban rasional yang paling irasonal yang pernah aku dengar. Nggak peduli orang bisa main gitar kayak Eet Syaharanie atau bermain drum layaknya John Petrusi, biarpun kemampuan bermusik kita pas-pasan selama kita masih bisa menciptakan karya sendiri kenapa berhenti?. Musik itu panggilan jiwa. Kita nyaman dengan musik, entah itu mendengarkan atau memainkan, selama kita bisa membahagiakan diri sendiri dengan musik, why not?. Musik itu membebaskan, untuk dinikmati dan juga bisa jadi pelampiasan. Jadi jangan sampai tertekan karena musik. It’s definitely wrong. Tapi itu juga kembali ke individu masing-masing, semakin kamu merasa harus bebas dalam hal apapun, semakin tidak bebas pula sebenarnya hidupmu. Karena kebebasan tidak bisa dipaksakan untuk bebas. Opooo meneh lah?!

Pada saat Perupa kaver alterego ini menyerahkan disain final nya, ia berkata. “biasanya, grup band yang penggarapan kaver albumnya lancar tanpa banyak revisi sana sini, maka kedepannya akan lancar juga jalannya. Alterego ini termasuk didalamnya!”. Artzex mengAMINi dengan lantang.

Nb :
·         Semua lagu beserta kaver dari mini album pertama alterego bisa didapatkan secara cuma-cuma di sini!.
·         Cek fan pages mereka di fb untuk lebih tahu busuk-busuknya à alterego jogja
·         Cek laman ini juga biar kelihatan ramai à http://www.myspace.com/alterego_jogja
 Karya lupa lain dari Dalijo bisa cek di http://www.timoteuskusno.co.nr

-alterego sensitif-

Categories:

3 Responses so far.

  1. RANGERS says:

    wah. aq juga mau tu cd :D

  2. ah aku wae sing cah kos.. ranger rasah.. wkwk...

  3. btw seneng ki karo albummu kabeh,,apik nov,,terus berkarya kawan, nek wes ono full album e dikabari yahh :D

Leave a Reply