Untuk
seseorang yang sewaktu masih jadi pelajar SD dulu pernah membelanjakan uang SPP
atau BP3 pemberian ibunya untuk sebuah album Slank, ia sangat berharap suatu
hari nanti akan ada pula pelajar SD yang mengorbankan sesuatu untuk membeli
album band nya. Kover depan kaset itu bertuliskan ‘Lagi Sedih’, artwork-nya
mirip-mirip karung goni dan ketika dibuka Artzex kecil kewalahan untuk membaca
tulisan-tulisan didalamnya. Huruf-huruf latin bersambung yang ditulis
miring-miring. Bundet.
Tidak
ada foto-foto personil band. Ia benar-benar menyukainya terutama trek bertajuk
‘koepoe liarkoe’. Trek ini dibuka dengan jamming,
disusul percakapan Bim2 dan Ka2 yang berbagi argumentasi tentang lagu. Kayak
lagi latihan aja, padahal rekaman.
Udah belum?. Seru Bim2 dari balik perangkat drum. Lalu ada Ka2 yang ngomong agak
meracau,
Asik juga digituin tu..
dilepas.. terus baru.. Denkk!
Baru
setelah itu, benar-benar mulai lagu. Untuk masalah penghayatan, tidak ada yang
mengalahkan Ka2. Mereka melakukan apa yang mereka suka. Tak peduli pasar mau
bilang apa. Tapi toh, sticker-sticker Koepoe Liarkoe lengkap dengan gambar
kupu-kupu khas Slank banyak dijual diemperan pasar. Jelas, Artzex tidak mau
ketinggalan mengoleksi apapun yang berkaitan dengan band pujaanya.
Baginya
tak masalah sampai rumah dicecar ibunya, ia memang salah karena menyelewengkan
amanah, yaitu uang sebesar Rp 7.000,- untuk sebuah album yang sangat sekali
ingin didengarnya, toh ia jujur dan setelah itu diberi lagi uang untuk membayar
BP3 lagi yang kali ini dibayarkanya ke sekolah.
semoga suatu hari nanti akan ada anak yang menabung untuk
membeli karya musik ku
Doanya dalam hati
sambil menerawangi sleeve album ke
enam Slank itu tanpa jemu-jemu. Pun, telinganya sedang sibuk-sibuknya menangkap
nada-nada yang dinyanyikan oleh Kaka. Dengan melihat sleeve album, seorang anak kecil pun bisa menangkap kegelisahan dan
kesedihan yang sedang band itu rasakan, kita bisa seperti masuk ke dalamnya.
Album ‘Lagi Sedih’ merupakan sebuah album krusial setelah mereka kehilangan 3
personil inti yang sekaligus nyawa di Slank, bahkan Bim2 sempat diancam akan
dibunuh oleh Slanker jika sampai Slank bubar. Album ini juga mengawali
transformasi Slank sampai ke Slank sekarang, secara musikalitas dan attitude.
---
Membeli
album/rilisan sebuah band atau penyanyi baik dalam bentuk Kaset, CD, VCD, DVD
atau Vynil adalah salah satu bentuk apresiasi yang sangat terpuji, dan bagi
musisi itu sangat berarti. Lebih dari apapun. Malaikat ‘Atit pasti mencatat
amalmu ketika membeli album asli. Aku mau tanya, rilisan apa yang terakhir kamu
beli? Atau mp3 album siapa yang terakhir kamu kopi ke harddisk mu?.
Sebuah rilisan atau
album tentu tidak akan muncul secara instan. Ide itu bagaikan arwah, tidak
konkret dan harus melalui beberapa tahap untuk nanti bisa didengar atau pun
dilihat. Mulut sebagai media komunikasi, akan menyalurkan ide itu ke partner
bermusik seorang musisi atau jika ia bekerja sendiri maka ia akan berkomunikasi
dengan dirinya sendiri. Pikiran-pikiran tentang nada yang mulai lahir
diwujudkan melalui pita vokal, tangan yang memainkan gitar atau piano atau
apapun yang ada didekatnya.
Aku ingat saat
Artzex pertama kali menulis lagu dan menurutnya itu sudah nge-punk. Judulnya Cold
Heart Breaker, hmm.. se nge-punk lagunya, meskipun ia tidak benar-benar paham
definisi punk itu sendiri. Tahun 2003 adalah dimana punk sudah sekian
populernya, seiring meroketnya band punk asal Bali, Superman Is Dead, sehingga
menjadi trend anak-anak muda, mereka beramai ramai mengenakan aksesoris
logam-logam silver, mulai dari ikat pinggang, gelang, kalung dan bandana. Bandana?.
Lagu itu direkamnya
di tape deck memakai kaset yang gulungan pitanya masih kosong. Lalu bertambah
tahun, kita tidak bisa menahan serangan teknologi. Kemudian media perekam lagu
yang masih mentah itu berpindah ke mp3 player atau kamera digital, dan untuk saat
ini kita bisa langsung merekamnya melalui recording
software, apa saja.
Setelah itu tahap
pertama adalah berkutat di studio, memainkan nada mentahan yang sudah terbentuk
di kamar tadi sampai benar-benar matang. Dalam proses ini terkadang akan
memunculkan kejutan-kejutan yang mengasyikan, baik nada maupun instrumentasi
dan tentunya akan memperkaya lagu mentahan tersebut, tapi ada kalanya para
pencipta musik itu tidak menemukan ‘kekayaan’ yang diidam-idamkannya. Mereka
akan pulang dan kembali lagi ke studio rentalan keesokan harinya setelah ‘mood’
mereka membaik.
Tahap kedua setelah
tahap pertama yaitu mematangkan lagu yang mentah, adalah pergi ke studio
rekaman. Untuk dapat memahami lagu yang mereka ciptakan, mereka harus
berpuluh-puluh kali memainkanya baik di dalam studio maupun pada saat pentas,
sehingga pada saat tiba waktunya untuk rekaman mereka sudah bisa dikatakan nge
’soul’. SDM yang berkualitas akan menghasilkan hasil rekaman yang berkualitas
pula. Dave Grohl (Frontman Foo Fighters), ketika memberikan speech di 54th Grammy, setelah Wasting
Light dianugrahi Best Rock Album of The Year mengatakan,
“human element of
making music is what most important thing!”
Artzex bukan contoh
yang baik dalam hal ini, untuk merekam vokal satu lagu ia bisa menghabiskan 3
jam sendiri, atau lebih. Maka dari itu jika operator tidak sabar-sabar dan
tidak pintar melihat celahnya pasti akan kewalahan, tapi jika operator itu canggih
pasti suara vokalnya akan jadi lebih mencengangkan ketika didengar setelahnya. Belum lagi
jika take gitar, akan lebih parah dan
lebih lama lagi. Tapi kadang-kadang ia bisa dengan cepat merekam suara
gitarnya, dan nada-nada yang dihasilkan dari gitarnya pun bolehlah
dikategorikan unik, meskipun sound-nya
tetap miskin.
Setelah proses rekam
merekam itu usai maka akan ada tahap yang dinamakan Mixing. Dari asal katanya
‘mix’ yang artinya mencampurkan, yaitu membuat semua bagian yang masih
terdengar terpisah menjadi satu kesatuan. Pencampuran dan sedikit pengeditan
hasil suara rekaman dari berbagai macam instrumen yang telah direkam. Yang
standar ya, biasanya suara drum, gitar, bass, dan keyboard plus suara vokal
tadi.
Tahap mixing ini
juga tak kalah pentingnya, disini sangat menentukan kualitas suatu rekaman,
enak atau tidaknya nanti suatu lagu didengarkan di telinga. Dan jika data
rekamannya sudah bagus, maka proses mixingnya akan lebih cepat dan pasti
hasilnya bagus juga, tapi jika data rekamanya (data suara instrumen yang
direkam) itu semrawut, nah disini kualitas pe-mixing itu akan diuji. Kegiatan
Mixing itu juga memerlukan waktu yang lama, kalau untuk band-band lokal
biasanya pake sistem kebut semalam, beda dengan misalnya seperti Blink-182 yang
untuk mixing satu lagu bisa sampai 1-2 mingguan. Mboh, opo wae seng diuthek-uthek, toh untuk kebanyakan telinga hasilnya terdengar sama saja.
Telinga petugas
Mixing juga harus awas, lebih jeli, lebih tajam, dan lebih lebar. Selain
balancing sound, penempatan suara vokal mau ditaruh dibelakang agak mendlep
atau didepanin pol biar kayak D’Masiv, suara melodi gitar yang nanti hanya muncul di salah satu speaker atau
bergantian, karakter sound seperti apa yang diinginkan oleh suatu band atau
penyanyi solo, itu semua ditentukan disini, selain tadi source rekaman aslinya. Juga tergantung tema album yang akan
diusung atau pun suasana hati musikusnya.
Contohnya, coba
kamu dengarkan Slank album Tujuh, sound yang lebih soft dan gloomy, disini
mereka lebih personal, masih terdengar sedih, meskipun lirik tetap slenge’an
tapi jauh lebih nakal dan gitting. Lalu
bandingkan dengan sound album Slank pas Mata Hati Reformasi yang terdengar
lebih ‘keras’, bright, lebih pedas di telinga dan lirik sarat akan kritik
sosial. Meskipun begitu, keduanya sama-sama masih tetap enak didengarkan. Atau
yang lebih kentara adalah perbedaan sound dari Bjork pada saat merilis album
Volta dan yang terakhir Biophilia.
Saat kita
mendengarkan Volta, kita seperti dimasukkan ke dalam box adamantinium berukuran
1 meter persegi, lalu berulang kali dikejutkan oleh sengatan listrik dengan
voltase tinggi. Sebaliknya jika mendengarkan Biophilia, tiba-tiba kita merasa
didatangi alien dan dibawa pergi keluar bumi ini, menuju ruang hampa udara,
dimana kita serasa menjadi pemilik kosmik dan bintang-bintang terlihat seperti glitter yang beterbangan memenuhi seisi
ruangan, lalu berjatuhan menghiasai rambut kita bagai taburan ketombe, tapi
lebih metalik. Sparkling.
Tahapan terakhir
dari recording adalah Mastering. Di tahap ini, hasil rekaman di software tadi
dipindah ke WaveLab, disini akan dilakukan kompresi, pengaturan equalizer,
pengangkatan secara keseluruhan master
gain instrumen dan vokal tentunya. Istiliahnya menstabilkan master volume
dalam sebuah lagu. Keren kan?
---
Notes:
Nggak sengaja nemu ini di salah satu folder. Tulisan tahun 2012, yang
kayaknya memang belum selesai ditulis. Tapi masih relevan sampai sekarang. Transcendental,
di luar kendali kita.
Categories:
SENSITIF